Monday, January 09, 2006

Bunuh Diri dan Absurditas Hidup

Sebenarnya hanya ada satu masalah falsafati yang benar2 serius, yakni bunuh diri. Menilai bahwa hidup ini layak atau tidak layak dijalani: itulah menjawab pertanyaan dasar filsafat…. Saya melihat, banyak orang mati karena mereka merasa bahwa hidup ini tidak layak dijalani. Jadi saya menilai bahwa makna hidup adalah pertanyaan yang paling mendesak…. Membunuh diri adalah semata-mata mengakui bahwa "hidup sudah tidak layak dijalani". Tentu saja, hidup tidak pernah mudah….. (Albert Camus dalam Mite Sisifus).


Camus sangat penasaran dengan makna hidup, sebagaimana juga kita. Kita kerap mempertanyakan tiga pertanyaan utama yang selalu menghantui hari2 kita. Darimana saya ada? Untuk apa saya ada? Kemana saya setelah mati? Halooo!!! Adakah yang sudah mendapat jawaban atas pertanyaan2 esensial ini? Well, kita harus menggunakan perangkat otak untuk menjawabnya kan? Dan jawaban atas pertanyaan2 ini harus bisa memuaskan akal. Harus bisa menenangkan jiwa. Tapi juga harus sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia. Hmm.... harus memuaskan akal yah? Let's see, akal selalu meminta bukti eksistensi. Keber-ADA-an. Nggak mungkin ada tempe goreng di atas meja kalo nggak ada yang membuatnya ada. Betul, tidak? *Aa' Gym MODE ON*. Nah, kalo ada yang bilang tempe itu ada begitu aja diatas meja, apa kalian percaya??? (Saya harus merasa kasihan pada yang jawab percaya. Kasiannnnn de lu….). Pasti ada significant others yang membuatnya ada di sana. Tempe goreng aja ada penyebabnya, gimana dengan alam semesta beserta isinya yang luar biasa kompleks ini? Apakah mungkin dia ada begitu saja tanpa ada yang meng-ADA-kan nya? Kalau ada yang bilang dunia ini tercipta karena benda langit yang berbenturan keras sekali kemudian mulai membentuk dirinya sendiri, maka saya ajukan pertanyaan, darimana kah benda langit yang berbenturan tadi berasal? (Hehehe... senyum kemenangan :D). Okeh, akal kita menyetujui kenyataan tersebut. Kita sudah yakin kalo alam semesta ini ada yang menciptakan. Dengan begitu, manusia seperti kita ini berarti ada yang menciptakan. Kemudian timbul satu pertanyaan lagi, siapa yang menciptakan kita? Untuk gampangnya, mari kita sebut Dia sebagai TUHAN. Karena jelas Dia berbeda dengan manusia yang punya sifat serba terbatas.


Pencarian kita dimulai dari gerombolan orang yang bersujud di depan patung2 bermacam bentuk. Mungkin kah berhala2 ini adalah Tuhan yang kita cari2? Hmm... sedetik kemudian otak kita berkontraksi, Tuhan nggak mungkin selemah itu. Masa Dia bahkan nggak bisa ngusir nyamuk yang nemplok di idungnya. Kita terus berjalan... Angkasa menampilkan kemegahan yang luar biasa. Aha! Matahari! Pasti Dia lah Tuhan. Matahari begitu terang benderang dan menakjubkan. Tapi kemudian malam datang dan Matahari menghilang. Giliran Bulan yang datang. Matahari digantikan Bulan. Pasti Bulan adalah Tuhan! Euphoria menyelimuti jiwa kita. Tapi sebentar kemudian otak kembali menegang. Berpikir... berpikir... Mana mungkin Tuhan terbit tenggelam seperti itu? Huaaa!!! Siapakah Tuhan sebenarnya???


Tengah berpikir dan terjebak dalam pergulatan pemikiran, ada yang datang membawa cerah dan berkata: Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga. Layaknya segitiga sama sisi yang ketiga sisinya sama belaka, walaupun ada tiga sisi tetap saja segitiga. Aduuhh... pusinggggggg.... gimana nih? Gimana nanti kalo ada yang bilang bujur sangkar ada empat sisi dan Tuhan ada empat tapi satu? Tuhan ada tiga??? Otak langsung membayangkan, tiga Tuhan yang saling bercakap2:

Tuhan A: "Gimana nih woi?! Orang2 di negri itu kudu diberi pelajaran dan ujian. Kita kasi gempa bumi en badai tsunami besar, ok?"

Tuhan B: "Wah, saya nggak setuju! Kita ini pengasih. Kita nggak bisa ngasi bencana alam begitu ke para manusia!

Tuhan C: "Hmmm...... No comment...."

Tuhan A: "Nggak bisa begitu dong. Kita kan Tuhan, kita harus menunjukkan Kuasa kita. Manusia2 itu harus belajar dari ujian yang ditimpakan pada mereka!"

Tuhan C: "Hmmm......."

Tuhan B: "Arghhh…. Pokoknya saya nggak setuju. Nggak bisa itu. Kita nggak boleh memberi penderitaan pada manusia. Udah capek2 berkorban lewat penyaliban, masa' mau kita bikin merana. Nggak! Pokoknya NGGAK!" *sambil tereak2*

Tuhan A: "Heh! Pokoknya besok saya akan timpakan gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan segala macam bencana alam. TITIK!"

Tuhan C: "Hmmmm...."

Tuhan A dan B: *udah pada keluar taring, tumbuh tanduk, pasang kuda2, siap2 berantem. Tuhan A mbikin gempa bumi yang dahsyat. Eee... Tuhan B serta merta menghentikan gempa. Tuhan C dengan cool, diam membisu dan sesekali mengeluarkan "Hmmmm..." – nya. Sementara itu di Bumi, manusia heran menyaksikan bumi yang sebentar gempa tapi sedetik kemudian berhenti. Tak lama kemudian gunung berapi bersendawa, tapi sedetik setelah itu gunung menelan kembali lahar yang baru dikeluarkannya. Di surga, para setan pers memburu Tuhan-Tuhan. Cek n Ricek n Cek Lagi, mengadakan wawancara eksklusif dengan Tuhan C yang paling gampang dihubungi. Tapi seperti Desy Ratmasari, Tuhan C Cuma menjawab: No comments......


Di tengah keliaran imajinasi dan kontraksi otak yang tidak menyetujui konsep serba tiga itu, kita terus mengindera realita. Manusia, kehidupan, dan alam semesta ini ada ujungnya. Ada batasnya. Manusia akan tumbuh sampai batas2 tertentu dimana ia tak lagi bisa berkembang dan kemudian menemui batas akhirnya; kematian. Demikian juga hidup, yang akan bermuara pada kematian. Semua yang serba terbatas ini pasti diciptakan oleh "sesuatu yang lain". Sang Pencipta, yang menciptakan manusia, kehidupan, dan alam semesta. Dan apakah Sang Pencipta ini diciptakan oleh yang lain? Atau apakah Dia menciptakan dirinya sendiri? Atau Ia bersifat tidak berawal dan tidak berakhir dan wajib adanya? Kemungkinan pertama tidak dapat diterima akal. Masa' Dia diciptakan? Berarti Dia punya sifat terbatas dong? Nggak bisa, nggak bisa. Kemungkinan kedua, Dia menciptakan diri sendiri. Arghhh.... nggak mungkin. Berarti statusnya jadi makhluk dan pencipta dalam satu waktu? Nggak mungkin ah. Dia harus bersifat tidak berawal dan tidak berakhir dan wajib adanya. Karena Dia adalah Sang Pencipta. Karena Dia adalah Allah SWT.


Kita diajak untuk bumbata (buka mata buka telinga) terhadap benda2 yang ada, mengamati, menganalisa benda2 dan keadaan di sekitarnya untuk dapat membuktikan adanya Allah SWT. Dengan pengamatan tersebut, kita bisa tahu bahwa benda2 ini saling membutuhkan dan akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur.


"Dan diantara tanda2 kekuasaan-Nya adalah diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-lainannya bahasa dan warna kulitmu." [Q.S. Ar-rum: 22]


"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah matinya. Dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." [Q.S. Al-Baqarah: 164].


Setelah kita mendapat jawaban bahwa ada Allah sebagai Pencipta dan Pengatur dunia ini, maka kita bisa dengan mudah menjawab pertanyaan "Darimana saya ada? Untuk apa saya ada? Kemana saya setelah mati?" Pertanyaan pertama berhubungan dengan penciptaan. Manusia berasal dari Allah. Kita diciptakan oleh-Nya. Lalu, untuk apa hidup ini? Untuk apa saya ada? "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.: [Q.S. Adz-dzariyat: 56]. Kehidupan di dunia ini adalah satu episode singkat dari perjalanan hidup kita untuk beribadah pada-Nya. Satu episode penting yang menentukan perjalanan kita selanjutnya; ke tempat yang akan kita tuju setelah mati. Hidup di dunia adalah untuk beramal, berbuat, untuk kemudian menuai hasil yang sudah kita tanam di kehidupan akhirat yang tidak terbatas. Karena semua yang kita lakukan, harus kita tanggung konsekuensinya.


Bukankah pertanyaan tentang makna hidup terjawab sudah? Andai semua manusia sadar akan posisinya dan apa esensi hidup ini, tentunya bunuh diri tidak akan terjadi. Karena hidup terlalu singkat, dan ada banyak yang bisa kita lakukan. Waktu hidup terlalu berharga untuk disia-sia kan. Hidup ini, sangat layak untuk dijalani. Dengan baik dan bena

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Site Meter