Thursday, January 12, 2006

Best We Ever Had

Waktu orang yang kita sayangin ninggalin kita, rasanya pasti sakiiiiiiiiiiittttttttt banget. Langit kayak runtuh di depan mata kita. Dunia sudah nggak bersahabat lagi. Tuhan nggak adil karna dah ngambil orang yang paling berharga yang kita punya. Kita menggugat...

But, wait a minute. Did I hear,... paling berharga yang kita punya?

Hhhhh... kita kadang2 suka ngaku2 memiliki sesuatu atau seseorang. Jadi waktu orang itu ninggalin kita, kita kelabakan karena ngerasa keilangan en nggak siap di tinggalin. Padahal, apakah kita benar2 "memiliki"? Apakah kita, manusia, benar2 "mempunyai" sesuatu?

Kalo kita tanamkan pada diri sendiri bahwa kita nggak punya apa2, mungkin kita bisa berpikir, gimana bisa keilangan kalo nggak pernah punya? You can't lose what you never had, kata seorang teman pada saya. Resep yang bagus. Tapi, saya belum bisa ngejalanin nya. Saya masih aja sedih kalo inget orang2 tercinta yang pegi duluan. Rasanya ada bagian dari diri saya yang dirampas paksa. Saya jadi gak utuh lagi....

Auk ah gelap

Monday, January 09, 2006

Hujan Dan Bintang

Malang di guyur hujan yang bagai tanpa henti. Datang rutin serutin orang minum obat. Tiap siang menjelang sore, dengan setia rintik yang akan makin menderas itu bertandang. Butiran air nya berpacu menciumi bumi, seperti ditumpahkan begitu saja dari keluasan langit di atas sana. Hujan akan tetap mendekap bumi bahkan hingga malam tiba, untuk esok pagi meninggalkan tanah basah yang dengan senang menodai bagian bawah pakaian dan mewariskan lumpur di hak sepatu. Untung saja hujan datang bagai dijadwal. Sekitar pukul dua siang baru ia datang. Pakaian yang dicuci pagi sekali, jadi punya harapan kering. Walau kadang dari pagi ia sudah tertawa terbahak-bahak, menyemburkan air ke bumi yang dengan rakus menelannya dan menyisakan danau-danau kecil pada jalan berlubang. Tapi apapun ulahnya, aku tetap suka sekali pada hujan. Memandanginya saja sudah menimbulkan sejuk di hati ini. Apalagi menari dan mendekap nya erat-erat dan merasakan sensasi pelukan dinginnya yang menjalar ke seluruh tubuhku. Aku ingin terus berdiri dibawah rinainya yang membuat gigil. Membiarkan diriku diserbu jarum-jarum basah, menikmati merdu kecipak air diantara telapak kaki yang melompat-lompat dengan ritmis.

Tapi semenjak hujan datang hampir tiap hari, malam kehilangan cahaya terang. Mungkin bintang-bintang takut pada hujan. Mungkin mereka kedinginan di atas sana sehingga sejenak bersembunyi menghangatkan diri entah di pojok langit yang mana. Karena kalau tidak begitu, mereka bisa masuk angin nanti. Terkadang aku masih bisa melihat gemintang itu di subuh hari. Dan satu-satu nya rasi yang bisa ku kenali adalah scorpio. Yah, ini lebih karena aku tidak tahu banyak tentang bentuk dan nama keluarga rasi bintang. Tapi itu tak menyurutkan langkahku untuk tetap menyukai dan menanti kedatangan mereka segera setelah rehatnya mentari. Walau aku tahu, harapan menemui mereka saat hujan adalah semu.

Terbang Kepada Mu

Tenggelam aku di ketinggian biru mu yang dalam
Engkau lah teman bagi sgala sepi
Engkau lah kawan bagi semua sunyi
Cemburu bahkan datang bila awan mencumbuimu: Aku hanya ingin memandangmu
Aku hanya ingin melayang bersama sayap imaji, menemui mu
Bicara tentang semua yang kau lihat
Bercakap tentang segala yang ku rasa

Pengembaraan dan perjalanan ku hanyalah
Setapak berliku menuju terang
Kehendak ku hanya ingin terbang
Terbang kepada mu......

Dan Kita Bisa Terus Tertawa

Aku sangat ingin berjumpa dengan mu
Masih saja aku bertanya, mengapa kau pergi?
Seperti baru kemarin kita tertawa
Menertawakan lelucon yang Cuma kita bisa mengerti
Tahukah, tak pernah kubayangkan hidup sehari saja tanpamu

Dan bila aku berjanji tidak bersedih,
Akankah kau menunggu ku?

Detik tak pernah berhenti
Dan mungkin sulit untuk kembali tersenyum
Tapi mungkin aku bisa bertahan
Bila kau mau menunggu

Samudera air mata ku
Tak kan bisa membawa mu kembali
Jadi, bersediakah kau menungguku?

Masih ingatkah hari-hari
Yang berlalu begitu cepat
Jangan salahkan aku,
Ku kira kau akan selalu menemaniku

Aku merasa dikhianati
Kita bahkan tidak pernah bilang selamat tinggal

Bersediakah kau menunggu ku
Di surga-Nya?
Dan bila kita kehabisan tempat
Mungkin kita bisa nongkrong di pinggir jalan menuju surga
Berdoa saja
Para malaikat terlalu sibuk untuk memperhatikan kita
Dan kita pun bisa terus tertawa

Bunuh Diri dan Absurditas Hidup

Sebenarnya hanya ada satu masalah falsafati yang benar2 serius, yakni bunuh diri. Menilai bahwa hidup ini layak atau tidak layak dijalani: itulah menjawab pertanyaan dasar filsafat…. Saya melihat, banyak orang mati karena mereka merasa bahwa hidup ini tidak layak dijalani. Jadi saya menilai bahwa makna hidup adalah pertanyaan yang paling mendesak…. Membunuh diri adalah semata-mata mengakui bahwa "hidup sudah tidak layak dijalani". Tentu saja, hidup tidak pernah mudah….. (Albert Camus dalam Mite Sisifus).


Camus sangat penasaran dengan makna hidup, sebagaimana juga kita. Kita kerap mempertanyakan tiga pertanyaan utama yang selalu menghantui hari2 kita. Darimana saya ada? Untuk apa saya ada? Kemana saya setelah mati? Halooo!!! Adakah yang sudah mendapat jawaban atas pertanyaan2 esensial ini? Well, kita harus menggunakan perangkat otak untuk menjawabnya kan? Dan jawaban atas pertanyaan2 ini harus bisa memuaskan akal. Harus bisa menenangkan jiwa. Tapi juga harus sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia. Hmm.... harus memuaskan akal yah? Let's see, akal selalu meminta bukti eksistensi. Keber-ADA-an. Nggak mungkin ada tempe goreng di atas meja kalo nggak ada yang membuatnya ada. Betul, tidak? *Aa' Gym MODE ON*. Nah, kalo ada yang bilang tempe itu ada begitu aja diatas meja, apa kalian percaya??? (Saya harus merasa kasihan pada yang jawab percaya. Kasiannnnn de lu….). Pasti ada significant others yang membuatnya ada di sana. Tempe goreng aja ada penyebabnya, gimana dengan alam semesta beserta isinya yang luar biasa kompleks ini? Apakah mungkin dia ada begitu saja tanpa ada yang meng-ADA-kan nya? Kalau ada yang bilang dunia ini tercipta karena benda langit yang berbenturan keras sekali kemudian mulai membentuk dirinya sendiri, maka saya ajukan pertanyaan, darimana kah benda langit yang berbenturan tadi berasal? (Hehehe... senyum kemenangan :D). Okeh, akal kita menyetujui kenyataan tersebut. Kita sudah yakin kalo alam semesta ini ada yang menciptakan. Dengan begitu, manusia seperti kita ini berarti ada yang menciptakan. Kemudian timbul satu pertanyaan lagi, siapa yang menciptakan kita? Untuk gampangnya, mari kita sebut Dia sebagai TUHAN. Karena jelas Dia berbeda dengan manusia yang punya sifat serba terbatas.


Pencarian kita dimulai dari gerombolan orang yang bersujud di depan patung2 bermacam bentuk. Mungkin kah berhala2 ini adalah Tuhan yang kita cari2? Hmm... sedetik kemudian otak kita berkontraksi, Tuhan nggak mungkin selemah itu. Masa Dia bahkan nggak bisa ngusir nyamuk yang nemplok di idungnya. Kita terus berjalan... Angkasa menampilkan kemegahan yang luar biasa. Aha! Matahari! Pasti Dia lah Tuhan. Matahari begitu terang benderang dan menakjubkan. Tapi kemudian malam datang dan Matahari menghilang. Giliran Bulan yang datang. Matahari digantikan Bulan. Pasti Bulan adalah Tuhan! Euphoria menyelimuti jiwa kita. Tapi sebentar kemudian otak kembali menegang. Berpikir... berpikir... Mana mungkin Tuhan terbit tenggelam seperti itu? Huaaa!!! Siapakah Tuhan sebenarnya???


Tengah berpikir dan terjebak dalam pergulatan pemikiran, ada yang datang membawa cerah dan berkata: Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga. Layaknya segitiga sama sisi yang ketiga sisinya sama belaka, walaupun ada tiga sisi tetap saja segitiga. Aduuhh... pusinggggggg.... gimana nih? Gimana nanti kalo ada yang bilang bujur sangkar ada empat sisi dan Tuhan ada empat tapi satu? Tuhan ada tiga??? Otak langsung membayangkan, tiga Tuhan yang saling bercakap2:

Tuhan A: "Gimana nih woi?! Orang2 di negri itu kudu diberi pelajaran dan ujian. Kita kasi gempa bumi en badai tsunami besar, ok?"

Tuhan B: "Wah, saya nggak setuju! Kita ini pengasih. Kita nggak bisa ngasi bencana alam begitu ke para manusia!

Tuhan C: "Hmmm...... No comment...."

Tuhan A: "Nggak bisa begitu dong. Kita kan Tuhan, kita harus menunjukkan Kuasa kita. Manusia2 itu harus belajar dari ujian yang ditimpakan pada mereka!"

Tuhan C: "Hmmm......."

Tuhan B: "Arghhh…. Pokoknya saya nggak setuju. Nggak bisa itu. Kita nggak boleh memberi penderitaan pada manusia. Udah capek2 berkorban lewat penyaliban, masa' mau kita bikin merana. Nggak! Pokoknya NGGAK!" *sambil tereak2*

Tuhan A: "Heh! Pokoknya besok saya akan timpakan gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan segala macam bencana alam. TITIK!"

Tuhan C: "Hmmmm...."

Tuhan A dan B: *udah pada keluar taring, tumbuh tanduk, pasang kuda2, siap2 berantem. Tuhan A mbikin gempa bumi yang dahsyat. Eee... Tuhan B serta merta menghentikan gempa. Tuhan C dengan cool, diam membisu dan sesekali mengeluarkan "Hmmmm..." – nya. Sementara itu di Bumi, manusia heran menyaksikan bumi yang sebentar gempa tapi sedetik kemudian berhenti. Tak lama kemudian gunung berapi bersendawa, tapi sedetik setelah itu gunung menelan kembali lahar yang baru dikeluarkannya. Di surga, para setan pers memburu Tuhan-Tuhan. Cek n Ricek n Cek Lagi, mengadakan wawancara eksklusif dengan Tuhan C yang paling gampang dihubungi. Tapi seperti Desy Ratmasari, Tuhan C Cuma menjawab: No comments......


Di tengah keliaran imajinasi dan kontraksi otak yang tidak menyetujui konsep serba tiga itu, kita terus mengindera realita. Manusia, kehidupan, dan alam semesta ini ada ujungnya. Ada batasnya. Manusia akan tumbuh sampai batas2 tertentu dimana ia tak lagi bisa berkembang dan kemudian menemui batas akhirnya; kematian. Demikian juga hidup, yang akan bermuara pada kematian. Semua yang serba terbatas ini pasti diciptakan oleh "sesuatu yang lain". Sang Pencipta, yang menciptakan manusia, kehidupan, dan alam semesta. Dan apakah Sang Pencipta ini diciptakan oleh yang lain? Atau apakah Dia menciptakan dirinya sendiri? Atau Ia bersifat tidak berawal dan tidak berakhir dan wajib adanya? Kemungkinan pertama tidak dapat diterima akal. Masa' Dia diciptakan? Berarti Dia punya sifat terbatas dong? Nggak bisa, nggak bisa. Kemungkinan kedua, Dia menciptakan diri sendiri. Arghhh.... nggak mungkin. Berarti statusnya jadi makhluk dan pencipta dalam satu waktu? Nggak mungkin ah. Dia harus bersifat tidak berawal dan tidak berakhir dan wajib adanya. Karena Dia adalah Sang Pencipta. Karena Dia adalah Allah SWT.


Kita diajak untuk bumbata (buka mata buka telinga) terhadap benda2 yang ada, mengamati, menganalisa benda2 dan keadaan di sekitarnya untuk dapat membuktikan adanya Allah SWT. Dengan pengamatan tersebut, kita bisa tahu bahwa benda2 ini saling membutuhkan dan akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur.


"Dan diantara tanda2 kekuasaan-Nya adalah diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-lainannya bahasa dan warna kulitmu." [Q.S. Ar-rum: 22]


"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah matinya. Dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." [Q.S. Al-Baqarah: 164].


Setelah kita mendapat jawaban bahwa ada Allah sebagai Pencipta dan Pengatur dunia ini, maka kita bisa dengan mudah menjawab pertanyaan "Darimana saya ada? Untuk apa saya ada? Kemana saya setelah mati?" Pertanyaan pertama berhubungan dengan penciptaan. Manusia berasal dari Allah. Kita diciptakan oleh-Nya. Lalu, untuk apa hidup ini? Untuk apa saya ada? "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.: [Q.S. Adz-dzariyat: 56]. Kehidupan di dunia ini adalah satu episode singkat dari perjalanan hidup kita untuk beribadah pada-Nya. Satu episode penting yang menentukan perjalanan kita selanjutnya; ke tempat yang akan kita tuju setelah mati. Hidup di dunia adalah untuk beramal, berbuat, untuk kemudian menuai hasil yang sudah kita tanam di kehidupan akhirat yang tidak terbatas. Karena semua yang kita lakukan, harus kita tanggung konsekuensinya.


Bukankah pertanyaan tentang makna hidup terjawab sudah? Andai semua manusia sadar akan posisinya dan apa esensi hidup ini, tentunya bunuh diri tidak akan terjadi. Karena hidup terlalu singkat, dan ada banyak yang bisa kita lakukan. Waktu hidup terlalu berharga untuk disia-sia kan. Hidup ini, sangat layak untuk dijalani. Dengan baik dan bena

Aku Ingin

Aku ingin berumah
Sebuah rumah sungguhan
Dengan jendela, pintu dan atap
Dan sekat-sekat bernama ruang

Aku ingin berumah
Sebuah rumah sungguhan
Dengan pohon-pohon rindang
Tempat diri kecilku bermain bergelantungan

Aku ingin berumah
Sebuah rumah sungguhan
Dengan aroma kenyamanan
Tempat ku dicintai dan dibutuhkan
Tempat ku benar-benar merasa pulang….

Hidup Yang Nggak Ngebosenin

"Pokoknya, nggak enak deh jadi orang idiot. Orang-orang pada ketawa, nggak sabaran, dan suka seenaknya sama kita. Padahal mereka mestinya lebih ramah sama orang cacat, tapi asal tahu aja, nggak selalu begitu lho. Tapi aku nggak mau ngeluh kok, soalnya aku rasa hidupku bisa dibilang cukup seru".

Itu penggalan paragraph pertama dari novelnya Winston Groom, yang di kasi judul Forrest Gump. Bagi yang udah pernah baca atau udah nonton pilemnya, pasti bakalan terus teringat pada sosok Forrest yang menakjubkan. Ya, ia memang seorang idiot ber-IQ 70. Tapi Forrest bukan sembarang idiot. Dia idiot yang mahir di lapangan football, jenius fisika. Dan ia bahkan dikirim ke Cina untuk mewakili US di pertandingan ping pong. Can you imagine? Oh, itu belum semua. Forrest juga pinter maen harmonica dan maen catur! Dan si Forrest ini bener2 ngalamin petualangan2 yang menghebohkan. Dan entah kenapa, semua hal dan apa pun serta siapapun yang berputar dalam cerita hidupnya jadi keliatan konyol. I mean, contohnya aja waktu Forrest cerita tentang kematian Papa nya yang kerja jadi tukang angkut barang di dermaga. "Suatu hari ada jala penuh pisang dari kapal United fruit Company yang robek, pisangnya nimpa Papa ku, dan dia gepeng kayak martabak…" begitu katanya Forrest. See what I mean?

Waktu umurnya enam belas, tingginya 198 centi, beratnya 121 kilo (wow!). Kebesaran badannya inilah yang bikin dia di rekrut sama tim football di Uni sampe dia nerima penghargaan segala. Dan tau nggak apa yang diucapin si Forrest waktu ngasi sambutan? "Aku kebelet". Dia ngomong gitu aja di depan orang banyak lho. Emang sih dia waktu itu lagi kebelet banget mo pip, tapi ya ampyuunnn! Forrest… Forrest…

Aduh, pokokna kalo kamu baca novel ini, kamu nggak mungkin bisa nahan tawa deh. Ada aja kekonyolan yang sebenernya nggak di sengaja ama Forrest, tapi gimana lagi, orang2 nggak berpikir seperti yang dipikirin dia sih. Jadi apa yang dikerjain en diucapinnya itu menurut dia bener2 aja, tapi nurut orang lain big mistake! Kayak waktu Presiden Amrik nanyain en suru Forrest nunjukin bagian mana yang kena tembak dalam perang Vietnam. Si Forrest santai aja dong, dia langsung buka celana en nunjukin bagian belakangnya yang bekas ditembak. Tapi kepolosan dan keluguannya itu dianggap ngina Pesinden eh salah, Presiden. Pusing deh jadi Forrest. Kita mungkin sering juga ya ngalamin kek gini. Menurut kita apa yang kita lakuin itu bener2 aja, tapi orang lain nganggep itu nggak boleh terjadi, en kita di cap sebagai anomali. Manusia emang paling gampang kalo ngasi label. *Geleng2 kepala, sok merenung* . I mean, kalo kita muslim, kita punya satandar perilaku sendiri dong. Dan selama apa2 yang kita kerjain itu nggak keluar dari koridor syar'i, masa bodo sama pendapat orang (well, that's me) karena Cuma penilaian Allah saja lah yang harusnya kita percayai.

Back to the story, lewat buku ini, kita di ajak ikut dalam petualangan Forrest yang seru2. Kita di ajak menyelami pikiran nya si Forrest yang beda dari manusia kebanyakan. Kita diajak untuk ngeliat dunia dari sudut pandang berbeda. Kita diajak untuk sadar bahwa, di balik kekurangan orang pasti ada kelebihannya. Dan si Forrest ini sodara2, bener2 orisinil deh (meaning?).

Saya kurang setuju waktu Forrest bilang hidupnya cukup seru. Dapet penghargaan di bidang football, di kirim ke Cina buat maen ping pong, sempet ngalahin master catur, di utus NASA ke luar angkasa walo akhirnya nyasar ke perkampungan tribal, jadi figuran dalam pilem Hollywood, jadi idola di dunia gulat professional sampe buka tambak udang sendiri. Cukup seru? That's awesome!!!

"Ah, memangnya kenapa? Aku memang idiot, tapi aku Cuma berusaha ngerjain hal yang benar. Jadi apapun yang terjadi, paling nggak aku bisa bilang hidupku nggak ngebosenin"

Bravo Forrest! Selama kita berusaha ngerjain hal2 yang benar, hidup kita akan selalu jadi lebih baik, right guys?

A Blast To The Past

Waktu kecil dulu saya paling seneng denger suara motor bebeknya Mamang (bahasa Indonesia nya Mamang itu adalah paman) saya. Eh nggak ding, tergantung waktunya. Kalo pas Majalah Bobo terbit, saya seneng banget denger suara motor nya. Soalnya biasanya Mamang saya itu yang ngambilin majalah ke agen nya. Tapi kalo pas saya lagi ngerjain suatu kebandelan (yang banyak macemnya itu. Contoh, naek2 genteng tetangga, manjat pohon alpukat depan rumah, en ngeberantakin rumah), saya bakal takut banget kalo denger suara motornya. Pertanda jelek soalnya. Hukuman nya bole pili. Yak, di pili di pili (hihihi… kayak orang jualan baju di Senen). Mau di jewer? Ato di cubit? Apa di pukul pake rotan? Ato di kurung di kamar mandi? Ato di iket en nggak di kasi makan seharian? (yg terakhir nggak ding. Kayak Ari Anggara aja ya?). Emang sih saya akuin, saya dulu bandel en mungkin menurut Mamang saya, cara nya biar saya sadar en brenti ngelakuin hal2 yang beliau nggak suka adalah dengan hukuman fisik.

Mamang saya tu bersihan orangnya. Jadi kebayang dong, waktu dia pulang kerja rumah berantakan, kertas di mana2, dan tersangka nya adalah dua orang anak kecil imut dan lucu dengan tampang innocent (hehehe.. narsis dikit ah). Berhubung saya kakaknya, maka saya lah yang kena duluan. Ya omelan, ya cubitan, ya jeweran. "Wee.. budak! Nggak bisa bener liat rumah rapi… bla…bla...bla…". Siap2 kuping deh. Panas nya dobel. Kadang sampe takjub juga liat kemampuan ngomelnya Mamang saya yang dahsyat itu. Kalo bliau udah marah gitu, saya jadi sebel banget. Tapi dalam kondisi biasa, Mamang saya tu baeeekkk banget (emang agak galak sih, sampe2 temen2 saya kalo mau maen ke rumah tu perlu nanya dulu Mamang saya di rumah apa nggak). Waktu kecil dulu saya ama adek saya di asuh ama Mamang saya itu. Masakannya Mamang enaaaaakkk banget. Kita juga biasa disuapin. Saya masih inget ancemannya Mamang saya kalo kita nggak mau abisin makanan: "Hayo abisin! Kalo nggak ntar Mamang suapin lewat pan**t (ups, sorry, sensor)". Hehehe.. kalo sekarang inget itu jadi ketawa sendiri.

Jurus satu lagi adalah cerita tentang "Crying Rice": Nasi yang menangis. Pada pernah diceritain kan? Konon, kalo kita makan nggak abis trus mbuang nasi. Maka di malam hari, nasi2 itu akan menangis menjerit2 dan kemudian mereka beramai2 akan mendatangi ranjang tempat tidur kita dan masuk lewat semua lubang di tubuh kita. Huehehehehehe…. Horror banget ya ceritanya. Padahal sebenernya anak2 dari kecil tu nggak boleh di jejelin ama cerita2 dongeng yang kelewat bo'ong kayak gitu. Kita kan harusnya menanamkan kejujuran sudah sejak anak2 kecil. Kalo nggak ntar anak2 nya jadi mahir bo'ong deh. Jadi ntar kalo dah punya anak, anak2 nya diceritain yang bener2 aja. "Makan harus diabisin, kalo nggak abis kan mubazir. Orang mubazir kan temennya setan. Hiyyy… nggak mau ah jadi temennya setan. Allah kan nggak suka ama orang yang mubazir. Adek kan mau jadi kecintaan Allah, jadi makanannya harus di abisin."

Yang di atas cuma contoh, bisa di ubah sesuai selera. Kalo doyan pedes bisa tambah cabe, kalo suka manis bisa tambah gula (kayak masakan aja).

Duh, jadi kangen sama Mamang saya. Bliau tu orang yang sangat berjasa dalam hidup saya. Kalo nggak ada bliau, raport saya es de nggak ada yang ngambilin. Kalo nggak ada bliau, kita bedua bakal terpaksa makan beras karna nggak ada yang bisa di makan. Bliau juga yang nganterin kita ke mana2. Bliau adalah tempat bertanya pada waktu mengisi TTS Kompas yang ampóon susahnya amit2 jabang betet. Hhh… tapi sampe sekarang, Mamang saya itu belom nikah2. Padahal umurnya dah empat puluh berapa gitu. Kenapa ya? Apa gara2 kebanyakan mikirin TTS Kompas? Nggak mungkin deh kayaknya. Kangen berat euy, sama Mamang….

[Abis liat Affan kecil disuapin Bibi nya di pinggir jalan menuju kos]

Sunday, January 01, 2006

Happiness

Suatu kali Universitas Michigan pernah bikin survey tentang perasaan kecukupan individu, yang di dapat dari kebahagiaan dan kepuasan hidup. Guess what, bukan Negara kaya macam Taiwan, Jepang atau KorSel yang menduduki tempat teratas, justru Filipina yang mengungguli mereka. Padahal kita tau sendiri kalo Filipina itu Negara miskin yang sarat dengan konflik politik, korupsi dan kerusakan lingkungan (hmmm… kondisi nya persis sama dengan Negara saya…). Filipina juga sering banget dilanda topan (dan leysus ), gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bermacam ragam bencana alam yang bisa disebut. Sampe2 Filipina dikasi gelar sebagai Negara paling "kaya-bencana" (bener gak ya terjemahannya? Disaster-prone gitu tulisannya) oleh Pusat Riset dan Epidemiologi Bencana Alam, The Brussels. Tapi keadaan itu nggak menghalangi optimisme para Filipinos.

Bagi orang2 Filipin, kebahagiaan itu bukan materi. It's more… social. Mereka paling bahagia berada dalam kelompok: keluarga, teman2, komunitas tertentu, bahkan dengan orang asing sekali pun. Kelompok kecil menjadi semacam pelindung dalam menghadapi ketidakadilan hidup. Sering kali terjadi di banyak bandara dengan banyak orang asing berkeliaran, para Filipinos tau2 sudah saling bersenda gurau dan tuker2 an nomer HP. Orang Filipina sendiri menjuluki diri mereka sebagai "easily amused" yang kalo diterjemahin kira2 artinya: gampang terhibur (saya banget ). Ngerti kan gimana orang2 yang gampang terhibur itu? Semua hal baru dianggap menakjubkan dan mencengangkan. Semua hal kecil dianggap menarik. Dan efeknya adalah: kamu jadi lebih senang dan gembira. Bandingin dengan orang2 yang susah terkesan. Orang2 ini keliatannya susah senengnya kan?

Off to the topic, orang2 Filipina juga terkenal, apa ya, semacam nggak percaya sama pemerintah. Menurut mereka, ketimbang mengandalkan pemerintah untuk nolong kita, mendingan kita saling tolong menolong satu sama lain. Adalah Nestor Castillo, 43 th yang kini menganggur setelah empat tahun lalu kehilangan pekerjaannya di Quezon City. Castillo sama sekali nggak percaya kalo politisi dan birokrat bisa jujur menyampaikan dana bantuan berupa kupon makanan buat orang2 gak mampu yang udah di rencanain sama pemerintah. Dan terbukti, sampe sekarang, dia en keluarga nya gak pernah dapet "fasilitas" itu. Coba lihat cara Castillo memandang hidup: "Suatu hari saya nemu sepotong ayam goreng yang masih di bungkus plastik. Saya tau tu ayam pasti masih bisa di makan, soalnya masih dingin, kayaknya sih baru keluar dari lemari es. Kami berpesta hari itu". See what I mean? Di seluruh dunia orang mencari2 kebahagiaan. Bagi orang2 Filipina, kebahagiaan bukan tujuan: kebahagiaan adalah sarana untuk bertahan hidup.

How 'bout you? What is happiness for you?

Wednesday, December 07, 2005

My New Hobby

Meratiin kucing berjemur. Itu adalah salah satu hobi baru saya akhir2 ini. Nggak tau dari mana munculnya, di gang kos an saya akhir2 ini banyak banget kucing berkeliaran.Kucingnya keren2 juga loh, walo cuma kucing kampung. Ada yang warnanya putih semua kecuali buntutnya. Ada yang tiga warna. Waktu saya lagi asik nanem kembang, saya pernah didatengin seekor kucing yang imut. Warnanya coklat, item ama krem. Si kucing ngeliatin saya ngorek2 tanah. Udah gitu dia ngedekt2 ke kaki saya. Maka terjadilah percakapan atar dua makhluk berbeda tapi tak sama ini (?).

Saya (S): Opo cing? Nggak enek panganan de' kene (terj. Apa Cing? Nggak ada makanan di sini)
Kucing (K): Meong... (terj. Nggak apa2 kok. Saya cuma mau deket2 situ ajah...)

S: Jenengmu sopo Cing?
K: Meong... (Lupa Mbak. Dulu dah pernah di kasi nama, tapi karena banyak yg ngganti2 nama saya, jadi saya lupa)

S: Kalo gitu kamu ta' jenengi: Budi Pekerti yo. Panggilanmu: Kerti
K: meong... sambil ngusep2 in badannya ke kaki saya. (Makasih Mbak. Namanya keren)

Ya, itu tadi percakapan saya dengan si Kerti. Keesokan harinya waktu saya mo ke kampus, di jalan saya liat si Kerti dan temen2 nya lagi pada guling2 an. Sepertinya mereka menikmati sekali berjemur di kehangatan mentari pagi en ekspresi mreka tu lucuuuu banget. Coba saya punya kamera, saya poto tu kucing2 imut.

Hehehehe... jadi inget kata temen saya. Gini dia bilang: "Ngeliatin kucing bejemur. Hobbi nya orang kurang kerjaan..."

Weee'!!! Bodo amat. Emang saya lagi kurang kerjaan. Makanya cariin kerjaan dong. Kalo ada lowongan kerja saya mau banget. Apa aja deh asal halal dan menghasilkan duit. (dia pasti komentar: pathatic amat. omongannya orang desperate tuh)

Asal tau aja ya. Saya nggak desperate tuh. Emang lagi kekurangan motipasi sih, tapi nggak desperate. Hiii... syerem amat kalo sampe desperate. Kalo orang putus asa kan bisa mikir yg iya2. Gantung diri? Iya! Minum Bayg** (sensor, soalnya merk obat nyamuk)? Iya! Segala yg bisa mutusin diri dgn tali kehidupan di iyain deh, Jangan sampe deh. Aku berlindung pada Allah dari godaan setan yg terkutuk dan manusia yg dikutuk.....

Friday, December 02, 2005

Pelajaran Tentang Makna Hidup

Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS) atau penyakit Lou Gehrig. Sebuah penyakit ganas, tak kenal ampun yang menyerang system saraf. Belum ditemukan obat untuk penyakit ini. Dan ya, penyakit ini mematikan. ALS dapat dipadankan dengan sebatang lilin yang bernyala api membakar sumbunya dan yang tersisa hanya seonggok lilin. Awalnya sering dimulai dari kaki, terus menjalar ke atas. Kita kehilangan kendali atas otot2 paha, sampai tidak mampu berdiri lagi. Kita kehilangan kendali atas otot2 punggung kita, sampai tak mampu duduk tegak lagi. Akhirnya, andaipun masih hidup, kita hanya mampu bernafas lewat sebuah pipa yang ditusukkan ke tenggorokan….. (Mitch Albom: Selasa Bersama Morrie, hal 10).

Guys, apa yang akan kalian lakukan kalau penyakit ini menyerang kalian? Dapatkah kalian bayangkan perasaan tak berdaya akibat kelumpuhan syaraf? Ketika untuk berpindah tempat harus ada seseorang yang membantu. Bahkan untuk membetulkan posisi bantal agar kepalamu bersandar nyaman pun kau butuh bantuan. Dan ketika kau buang air, harus ada yang membantu menceboki, hal paling privasi dalam hidup kita. Bayangkan ketika yang bias kita lakukan tanpa dibantu Cuma bernafas dan menelan. Ketika kita ada dalam situasi seperti ini, kita mungkin akan meratapi nasib. Kita mungkin akan merutuki diri sendiri. Kita bahkan mungkin akan mengutuk Tuhan atas apa yang telah ditimpakan-Nya. Kita mungkin akan tenggelam dalam Lumpur ketidak berdayaan semakin dalam dan membuat keluarga dan orang2 di sekeliling kita jadi korban.

Tapi tidak dengan Morrie Schwartz. Professor tua ini mengambil keputusan yang sangat arif. Keputusan yang dibuatnya begitu kesadarannya pulih sekeluar dari kantor dokter dengan pedang teracung di atas kepala. "Apakah aku akan menyerah dan mati begitu saja, atau akan memanfaatkan sisa waktuku sebaik-baiknya? Tanyanya pada diri sendiri.

Tidak. Ia tidak akan menyerah. Ia tidak akan berkecil hati karena ajal akan segera menjemputnya. Sebaliknya, ia bermaksud menjadikan kematian sebagai proyeknya yang penghabisan, pusat perhatiannya selama hari2 yang masih tersisa. Karena siapapun kelak akan mati, upayanya pasti akan berguna kan? Ia dapat menjadi objek penelitian itu sendiri. Ia akan menjadi buku berwujud manusia. Belajarlah dari lambat dan perlahannya proses kematianku. Perhatikan apa pun yang terjadi padaku… Belajarlah bersamaku (hal 11).

Ya, Morrie ingin tetap berguna. Semua orang yang mengunjunginya diminta untuk berbagi masalah dengannya seperti yang mereka biasa lakukan, karena Morrie tetap seorang pendengar yang baik.

Kasus Morrie mengundang perhatian. Boston Globe menampilkan sebuah artikel panjang berjudul: "Kuliah Terakhir Seorang Profesor: Kematiannya Sendiri". Artikel ini yang membawa Morrie ke sebuah acara TV: Nightline. Ted Koppel, sang pemandu, akhirnya mewawancarai Morrie. Penampilan mereka di TV lah yang membawa Mitch Albom, mantan mahasiswa Morrie, untuk kembali mengunjunginya. Dan kuliah terakhir Morrie pun dimulai. Mereka memilih Selasa,dan setiap Selasa Mitch menghadiri "kuliahnya" yang berjudul "Makna Hidup". Tidak perlu buku, karena bahan2nya digali dari pengalaman. Topik2nya antara lain: cinta, kerja, kemasyarakatan, keluarga, menjadi tua, semangat memaafkan, dan akhirnya kematian.

Buku ini mengungkapkan sedikit kehidupan Morrie kecil. Ibunya meninggal ketika ia berusia delapan tahun. Ayahnya pendiam. Morrie dan David, adiknya, tidak pernah mendapat belaian dan kasih sayang yang mereka perlukan untuk tumbuh. Ibu tiri mereka lah yang memberikannya. Jadi Morrie bertekad, bila ia punya anak sendiri, ia akan membanjiri anak2nya dengan pelukan dan kecupan selamat tidur serta obrolan2 yang diperlukan seorang anak. Dan ia benar2 mewujudkan tekadnya ini.

Bagi Mitch Albom sang penulis buku, Morrie adalah guru sampai akhir hayat. Seorang guru sejati yang melihat seseorang sebagai batu berharga yang belum diolah. Sebuah berlian yang kearifannya dapat digosok sampai berkilau (pernah punya guru seperti ini?). Bagi saya, buku ini menghangatkan, sampai2 di beberapa bagian lelehan air mata tidak sanggup saya tahan.

"Saling mencintai atau punah dari muka bumi" – Morrie Schwartz

Monday, October 17, 2005

To See Life As Fun

Alhamdulillah, kompor saya udah bener lagi. Senengnya punya adek bisa benerin komputer. Makasih ya Eng! (kayak dia bakal baca blog ini aja :p). Si Pa'eng nambahin lagu2 nya The cranberries di hard disk saya. Emang tau aja tu anak saya pernah suka sama TC. Wah, pas denger lagu Ode to my family, rasanya kembali ke jaman masih kecil dulu.....

Saya paling suka sama lirik di bagian ini nih:
Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can....

Wuah.... bener-bener bagus yak? walaopun dibesarkan dalam penderitaan tapi TETEP bisa melihat hidup dengan baik. Karna idup emang cuma permainan kan? Tapi ini memang bukan permainan biasa. Ini adalah permainan yang harus kita menangkan!!! Betul??? Well, ada aja yang nganggep bahwa memenangkan Hidup adalah harus jadi orang sukses kekayaan gak abis2 punya istri empat cantik2 berhasil di segala bidang dan usaha. Boleh juga sih. Siapa coba yang gak ngiler ama standar2 sukses kayak gitu? Tapi setiap orang pasti punya standar MENANG sendiri. Sah-sah aja kok. Yang penting kan nggak keluar dari koridor syar'i. Karna mukmin sejati, diciptakan untuk berjuang dan menghadapi pergulatan hidup. Begetu kata Pak Yusuf Qardhawy.

Let's sing the song!!!

Understand the things I say, don't turn away from me,
'Cause I've spent half my life out there, you wouldn't disagree.
Do you see me? Do you see? Do you like me?
Do you like me standing there? Do you notice?
Do you know? Do you see me? Do you see me?
Does anyone care?

Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me. Does anyone care?

Understand what I've become, it wasn't my design.
And people ev'rywhere think, something better than I am.
But I miss you, I miss, 'cause I liked it,
'Cause I liked it, when I was out there. Do you know this?
Do you know you did not find me. You did not find.
Does anyone care?

Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me.

Doo..doo...doo....doo....doo..doo...doo....doo....

Sunday, September 18, 2005

The Koreng On My Knee

Kenapa ya kalo udah segede ini kalo jatoh gak bedarah? Ceritanya saya abis jatoh. Kesandung. Jatohnya indah lagi. Pake posisi orang nangkep kodok gak kena gitu. Telapak tangan menyangga badan. Lutut dengan sukses jatoh ke bumi. Untungnya saya bisa nyebut asma Allah en nggak ngumpat2 nggak jelas. Lutut nih rasanya pedih perih hancurlah lututku….(di dramatisir). Di depan saya pas ada cowok tiga orang ama cewek satu lagi ngobrol. En mereka langsung terpana waktu ngeliat saya nyungsep dengan sukses. Untungnya mereka gak ketawa. Jadi dengan menahan malu saya cepet2 bediri en ngabur sambil agak pincang2 gitu. Yah, emang sakit sih. Tapi saya udah gak sabar pengen liat luka di lutut saya. Saya udah ngebayangin lutut ini luka bedarah-darah trus entar saya kasi obat merah trus kalo luka nya udah kering jadi koreng. Kalo udah jadi koreng kan asik, bisa dikelopekin (hehehehe…. Jorok banget ya?). Dulu waktu kecil jamannya saya suka jatoh (suka artinya bukan sering tapi saya bener2 suka), saya paling seneng kalo lukanya udah jadi koreng gitu. Ada kepuasan tersendiri yang saya rasakan waktu berhasil ngelopekin koreng. Ada yang punya hobi ngelopekin koreng kayak saya? *Big Grin*

Tapi ternyata e ternyata, waktu saya periksa lutut saya nggak bedarah. Cuma berubah warna. Jadi biru ke-ungu2an. En kalo kesenggol sakit. Sehari setelah kejadian, lutut saya berubah warna ungu ke-merah2 an. Saya, dengan pikiran saya yang masih polos dan lugu, takjub bukan kepalang. Seneng juga sih punya lutut yang warnanya ungu :D. Tapi masih sakit kalo kesenggol. Adaw… kesenggol meja.

Hhhhh…. But I still miss the koreng on my knee……

Site Meter