Sunday, June 26, 2005

Jendela Diri

Suatu hari saya browsing dan menemukan situs yang cukup keren. Alamatnya: www.dreamscape.com/morgana situs ini berkisah tentang universe. Semesta alam. Lebih khusus lagi tentang milky way. Galaksi tempat bumi ini berotasi, bimasakti. Saya sangat ingin tahu kenapa galaksi kita ini dinamai bimasakti bukan arjuna wiwaha atau pandawa lima sekalian. But, forget it. Laen kali aja saya cari tau.


So, dalam situs ini saya temukan cerita tentang Merkurius, Venus, Bumi dan permasalahannya, Saturnus etc. Planet-planet, matahari dan bulan yang mengorbit ke bumi. Dalam penjelajahan saya, saya tiba pada halaman yang isinya adalah description of names. Makna nama. Saya yang sudah lama sekali berusaha mencari tau apa arti nama saya langsung berbunga-bunga. I key my name down and voila!!! Situs itu mengungkapkan deskripsinya tentang seorang YOAN:


As Yoan you have a great love of nature and the out-of-doors, and could have a desire to be in an occupation which takes you outdoors and involves you with the products of the earth. All the finer things of life and beauties of nature are an inspiration to you and you are attracted to the mysteries of nature. Difficulty in expression results in your being too positive, blunt, and candid in speech. Although you are easily offended by others, you do not show it. You crave affection and understanding, but rarely find it as others do not understand you and accuse you of being cool and aloof.

Saya Cuma bisa heran dan takjub setelah membaca deskripsi itu. That sounds just like me!!! Sebenarnya saya sudah lumayan tau seperti apa saya ini. Seperti apa sifat dan karakter saya. Seperti apa saya memperlakukan orang lain. Walau menurut prinsip Jauhari, dalam diri kita terdapat empat jendela. Ada jendela diri yang terbuka, ada jendela diri yang buta, ada jendela yang tersembunyi, dan ada jendela yang tidak diketahui.


Jendela diri yang terbuka melambangkan semua perasaan, harapan2 kita, sikap, dan ide-ide yang kita sendiri ketahui dan diketahui juga oleh orang-orang lain. Hal2 yang biasanya kita obral ini adalah nama, wajah, agama, suku bangsa, hobi, bahkan pendirian politik kita.
Ada saat kita membuka jendela ini lebar2 dan dengan senang kita mengumumkannya pada dunia. Inilah aku! Tapi ada kalanya kita tidak mau membuka jendela ini dengan luas, mungkin kita hanya membiarkan orang mengintip dari luar. Seluas apa kita mampu membuka jendela diri ini tergantung pada sejauh mana orang lain dapat menerima kita. Yang perlu diingat, semakin banyak kita membuka diri, semakin banyak juga dunia bisa menerima eksistensi kita.


Jendela Diri Yang Buta melambangkan segala hal tentang diri kita yang orang lain tau tapi kita tidak. Contoh kasus, Bau Badan. Banyak yang tidak sadar tentang “semerbak” bau tubuh yang kadang bisa lebih menyakitkan daripada di tendang kuda (?). Juga tentang perangai kita yang ganjil atau kegagapan kita ketika gugup. Kita kadang nggak sadar dengan itu semua, Tapi orang2 disekitar kita tau betul ttg sifat baik dan buruk yang bersemayam dalam diri kita. Ada org yang sangat buta trhadap dirinya sehingga kadang mereka takut mendengar kritik dan pendapat orang lain. Tapi ada juga yang sangat ingin tau siapa diri mereka yang sebenarya dan selalu menggali pendapat org ttg dirinya.


Yah, ada org yang enjoy aja dengan kritikan tapi ada yang ngerasa kayak disirem aer es di pagi buta. Kaget. Dan efeknya mereka mungkin akan terus merenung menyesali diri atau dengan segera membentengi diri dengan apologi. Jadi biarpun kita ngerasa tau banyak ttg seseorang, nggak usah dikasi tau semuanya ke mereka. Pelan2 aja. Biar lebih ngena.


Jendela Diri Yang Tersembunyi, adalah lambang dari segala yang kita tau tapi kita nggak mau orang laen tau. Jendela ini adalah diri kita yang kita rahasiakan. Misalnya, cowok2 yg lagi PDKT berusaha nyembunyiin dengan keras ke gebetannya kalo sebenernya mereka tu suka “ngebom” dengan kekuatan penuh n masih ditambahin lagi dengen bau telor busuk yang menguar bersama angin yang berhembus. Sampe2 pada waktu lagi jalan bareng gebetannya, amunisi yang udah mau keluar ditahan2 sampe mukanya berubah pucet en berwarna ijo. Tergantung tipe orangnya juga sih. Karna ada orang yg saking ekstrovert nya semua mua diceritain dengan polos. Ada orang yang selalu jaim. Mereka bakal ngomong tentang apa aja yang memenuhi dunia ini kecuali ttg diri mereka sendiri.



Ada jendela Diri Yang Tak Diketahui. Jendela ini sebenarnya menggambarkan diri kita sesungguhnya. Tapi kita nggak tau dan org2 juga gak ada yg tau. Pertanyaannya, kalo kita nggak tau en org2 juga gak tau, gimana kita bisa tau bahwa diri kita itu “ada”? Kita bisa tau ttg sisi diri kita yang satu ini ketika suatu saat kita menyadari ada hal baru yang nggak pernah kita katakan atau lakukan sebelumnya. Hal-hal diluar kebiasaan yang tiba2 muncul kadang merupakan cerminan diri kita yang tidak kita sadari ada.


Sumber lain adalah mimpi. Menurut Psikoanalisa Freud, mimpi adalah manifestasi dari keinginan bawah sadar yang kita tekan kuat2 hingga nggak muncul di alam nyata. Kayak lagunya The Groove yang syairnya: Bagaimana bisa kau hadir di mimpiku padahal tak sedetik pun ku rindu dirimu…… Kita emang ngerasa nggak mikirin sesuatu atau seseorang, tapi bisa jadi hal tersebut sudah lama ada di benak kita tapi nggak kita kasi kesempatan untuk diekspresikan. Jadinya mimpi deh. Ada juga kasus anak yang mimpi ngebunuh bapaknya padahal di kehidupan nyata hubungan anak beranak itu baek2 aja. Setelah diselidiki ternyata dulu si bapak pernah marahin anaknya sampe2 si anak kepengen ngebunuh bapaknya itu.


Cara lain buat mengetahui jendela diri kita yang sebenarnya adalah dengan tes psikologis yang bisa kita dapet dari para psikolog (ehm… promosi profesi ceritanya). Sebenernya banyak situs yang kasi layanan tes psikologis gratis. kita tinggal ngisi angket di situs itu terus submit. Keluar deh hasilnya. Coba aja kunjungi http://similarminds.com, www.spods.net/personality, http://blogthings.com


Tapi sekali lagi saya sadar bahwa manusia selalu ingin tau tentang dirinya. Manusia selalu haus akan segala yang berbau dirinya sendiri. Mereka terus menggali dan menemukan kelebihan dan kekurangannya. Ada yang bisa menyikapi nya dengan bijak, ada yang serta merta tidak terima karena interpretasi yang dianggap tidak mencerminkan dirinya. Padahal bisa jadi hal itu disebabkan pertahanan individu yang terlalu kuat sehingga ia tidak mau mengakui bahwa itulah dirinya yang sebenarnya.


Yang jadi catatan, anggapan kita terhadap diri kita sendiri sentiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Kadang perubahannya perlahan, tapi bisa juga drastis. Dan itu semua tergantung kepada sejauh mana kita memahami diri kita sendiri. Ketika kita ”sadar” siapa diri kita sebenarnya, di mana tempat kita berada di alam semesta dan ke manakah tujuan hidup kita, maka akan lebih mudah bagi kita merumuskan hidup.


Usaha kita memahami diri nggak lepas dari ibadah karena “Man ‘arofa nafsahu, ‘arofa Rabbahu”. Barang siapa yang memahami diri sendiri, ia akan dapat memahami Penciptanya. Dengan memahami Pemilik Hidup ini, kita bakal lebih mencintai-Nya, insya Allah. Dan ketika cinta sudah meraja, apapun akan kita lakukan untuk Kekasih kita.
Betul tidak?
Well, selamat menemukan jendela baru :-)

Friday, June 24, 2005

Renungan dari Bu Sri

Satu sore ruang dengar saya menangkap suara seorang perempuan yang memperkenalkan diri sebagai Sri something di sebuah radio swasta kota Malang. Ibu ini membawakan acara renungan sore yang sarat dengan Kristenisasi. Tapi terlepas dari siapa yang mengatakannya, sebuah kebaikan tetap adalah kebaikan kan? Bukankah “Undzur maa qoola wa laa tandzur man qoola”? Dan kali itu temanya adalah tentang bagaimana kita memperlakukan orang miskin. Si Ibu mengisahkan penggalan cerita dari Bible ttg zaman ketika para petani gandum tidak memanen seluruh gandum yang ada di ladang mereka melainkan menyisakannya di pohon atau membiarkannya tercecer di tanah untuk di ambil oleh orang2 yang tidak mampu. Pun ketika si Ibu masih tinggal di kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Ia menemukan orang2 yang mengambil minyak dari tanki2 yang bocor dan tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut. Seolah semua orang mempersilahkan minyak itu sebagai jatah bagi orang2 tidak mampu yang tersebar di kawasan Priok. Kemudian Si Ibu bertanya, Bagaimana dengan diri kita sekarang? Apakah kita sudah memperhatikan hak2 sodara2 kita yang tidak mampu? Apakah pernah terpikir untuk menyisihkan lima persen saja dari uang saku kita untuk membantu saudara2 kita? Apakah pernah tersirat di benak kita untuk sekedar menyisihkan sejumput beras yang kita masak sehari2 untuk membebaskan saudara2 kita dari kelaparan hari itu?

Sesaat setelah mendengar pertanyaan itu saya merasa tertampar. Betapa saya sangat egois karena sering kali mengeluh dengan kekurangan uang yang jadi masalah rutin tiap bulan. Betapa egoisnya saya yang menganggap penderitaan saya amat berat. Padahal di luar sana ada jiwa-jiwa yang lebih kekurangan dari saya. Bahkan untuk makan sekali sehari pun mereka harus membanting tulang atau melepaskan harga diri dengan mengemis.

Pasti ada yang langsung berkomentar, dalam Islam kan sudah ada konsep zakat, shodaqoh dsb. Ya memang benar. Islam sudah mengatur semuanya. Tapi kebanyakan kita memang pintar di teori tapi memble dalam kerja nyata.

Memberi sekedar lima ratus rupiah atau sebungkus nasi mungkin memang bukan solusi yang mendasar yang bisa membebaskan umat dari kelaparan dan meminta-minta. Tapi setidaknya itulah yang bisa kita lakukan untuk membantu saudara2 kita yang menadahkan tangan dan tidak mampu mengadakan usaha lain. Yang bagus memang dengan memberi mereka modal untuk menjalankan roda bisnis sendiri. Atau merombak sistem yg berlaku. Tapi kalau itu tidak bisa kita lakukan sekarang, kenapa kita tidak melakukan apa yang bisa kita bantu saat ini? Ketimbang sekedar mencela dan menghujat pemerintah dan tidak melakukan apa2 untuk membebaskan sudara kita dari kelaparan hari itu. Karena bagi saudara kita yang ditimpa musibah kelaparan, bukan seminar atau talk show yang mereka butuhkan. Mereka butuh bahan pangan dan gizi yang cukup. Mereka butuh kerja nyata. Bukan sekedar teori yang kita teriakan di ruang seminar ber-AC. Alangkah baiknya bila kita tidak hanya menyuarakan penderitaan mereka tapi juga langsung turun dan membantu kebutuhan pangan mereka.

Kadang kita memang seperti terobsesi pada hal-hal “besar” sampai melupakan hal2 kecil yang juga urgen……

Site Meter